Rabu, 16 September 2020

Perhatian ibnu hajar terhadap pendidikan anaknya

Ibnu Hajar Al-Asqalani menyusun kitab Bulughul Maram dengan maksud dipakai buku panduan pendidikan untuk anaknya, di di antaranya disebutkan di kitab Al-Jawahir wa Ad-Durar. Sebuah kitab yang ditulis oleh As-Sakhawi khusus untuk membahas biografi Ibnu Hajar Al-Asqalani. Dalam kitab tersebut ditulis,
وكنتُ أسمع أنَّ والده صنَّف “بلوغ المرام” لأجله (الجواهر والدرر في ترجمة شيخ الإسلام ابن حجر (3/ 1220)
Artinya,
“Aku mendengar bahwa ayahnya (yakni Ibnu Hajar Al-Asqalani) menulis Bulughul Maram adalah untuk dia-putranya- (Al-Jawahir Wa Ad-Durar, juz 3 hlm 1220)

Minta dalil tradisi imam assyafii


Suasana seperti inilah yang terjadi dalam majelis-majelis ilmu imam Asy-Syafi’i. Muridnya bertanya dalil atas dasar ketakwaan dan sang guru juga menjawab berdasarkan dalil atas dasar ketakwaan. Berikut ini contoh suasana itu sebagaimana dilukiskan dalam kitab Al-Umm,
سَأَلْت الشَّافِعِيَّ عَنْ السُّجُودِ فِي {إِذَا السَّمَاءُ انْشَقَّتْ} [الانشقاق: 1] ؟ فَقَالَ: فِيهَا سَجْدَةٌ فَقُلْت: وَمَا الْحُجَّةُ أَنَّ فِيهَا سَجْدَةً؟ (قَالَ الشَّافِعِيُّ) : أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ يَزِيدَ مَوْلَى الْأَسْوَدِ بْنِ سُفْيَانَ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ «أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَرَأَ لَهُمْ {إِذَا السَّمَاءُ انْشَقَّتْ} [الانشقاق: 1] فَسَجَدَ فِيهَا فَلَمَّا انْصَرَفَ أَخْبَرَهُمْ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – سَجَدَ فِيهَا
“Aku (Ar-Robi’ bin Sulaiman Al-Murodi) bertanya kepada Asy-Syafi’i tentang sujud pada ayat إِذَا السَّمَاءُ انْشَقَّتْ maka belau menjawab, dalam ayat tersebut (disyariatkan sujud (tilawah). Aku bertanya, “Apa hujjahnya bahwa dalam ayat tersebut ada (syariat) sujud?”. Asy-Syafi’i menjawab, “Malik memberitahu kami dari Abdullah bin Yazid Maula Al-Aswad bin Sufyan, dari Abu Salamah bin Abdurrahman bahwasanya Abu Hurairah membacakan untuk mereka إِذَا السَّمَاءُ انْشَقَّتْ lalu beliau bersujud karena ayat tersebut. Ketika beliau selesai, beliau memberitahu mereka bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam sujud karena ayat tersebut” (Al-Umm, juz 7 hlm 212)
Jadi, idealnya seorang dai atau ulama jangan sampai risih apalagi jengkel jika ditagih dan ditanya dalil oleh kaum muslimin yang benar-benar ingin beramal karena Allah. Karena menjelaskan dalil memang menjadi tugasnya. Allah memberi nikmat ilmu kepada seorang dai/ulama untuk diajarkan dan dijelaskan dengan senang hati ketika dibutuhkan. Menolak menjelaskaan dalil suatu permasalahan secara mutlak justru malah berbahaya dalam konteks ketakwaan karena akan memicu taklid buta, menumpulkan nalar kritis islami, dan menyuburkanashobiyyah golongan.

Kitab aqidatul awam dari mimpi

umumnya Asy-Syafi’iyyah di Indonesia, referensi utama kajian akidah adalah kitab ‘Aqidatu Al-‘Awam karya Ahmad Al-Marzuqi yang mana penulisnya mengklaim bahwa akidah dan manzhumah itu diajarkan langsung oleh Rasulullah melalui mimpi !

Al-‘Iraaqiy rahimahullah berkata:
لَوْ أَخْبَرَ صَادِقٌ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي النَّوْمِ بِحُكْمٍ شَرْعِيٍّ، مُخَالِفٍ لِمَا تَقَرَّرَ فِي الشَّرِيعَةِ لَمْ نَعْتَمِدْهُ
“Seandainya ada seorang yang jujur mengkhabarkan dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam mimpinya tentang hukum syar’iy yang bertentangan dengan apa yang dinyatakan dalam syari’at, kami tidak berpegang padanya” [Tharhut-Tatsrib, 7/2262].
Ibnu Hajar rahimahullah ketika memberikan kisah Abu Lahab dan Tsuwaibah:
فَالَّذِي فِي الْخَبَر رُؤْيَا مَنَام فَلَا حُجَّة فِيهِ
“Yang ada dalam hadits berupa mimpi, maka tidak ada hujjah di dalamnya” [Fathul-Baari, 9/145].
Ibnu Katsiir saat menukil penjelasan Ibnu ‘Asaakir yang menyebutkan Ahmad bin Katsiir pernah bermimpi melihat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakr, ‘Umar dan Haabiil; maka ia (Ibnu Katsiir) berkata:
وهذا منام لو صح عن أحمد بن كثير هذا لم يترتب عليه حكم شرعي والله أعلم
“Dan mimpi ini, seandainya riwayatnya shahih dari Ahmad bin Katsiir, maka itu tidak mengkonsekuensikan hukum syar’iy. Wallaahu a’lam” [Al-Bidaayah wan-Nihaayah, 1/105-106].

Karomah imam nawawi tentang ibnu taimiyyah

karomah beliau yang langsung berpaut erat dengan tokoh aliran tafwidh. Konon An-Nawawi pernah berdoa kepada Allah untuk menghancurkan berhala di zamannya yang tidak bisa beliau hilangkan hanya dengan amar makruf nahi munkar. Doa yang dinisbatkan kepada beliau berbunyi,
اللهم أقم لدينك رجلاً يكسر العمود المخلّق ويُخرّب القبر الذي في جيرون
Artinya: “Ya Allah, bangkitkanlah untuk dien-MU seorang lelaki yang akan menghancurkan obelisk itu (yang berada di dekat sungai Qoluth), dan merobohkan kuburan yang berada di Jairun (An-Nubuwwat, juz 1 hlm 73)
Uniknya, sebagian ulama memandang bahwa Allah mengabulkan doa ini satu generasi sesudahnya dengan membangkitkan hamba-Nya yaitu Ibnu Taimiyyah!
Sejarah mencatat sebagaimana diuraikan Ibnu Katsir dalam kitab Al-Bidayah Wa An-Nihayah bahwa orang yang menghancurkan berhala itu adalah Ibnu Taimiyyah. 

Sabtu, 12 September 2020

Merapatkan shaf wajib menurut syeikh bin baz

https://binbaz.org.sa/fatwas/11176/%D9%88%D8%AC%D9%88%D8%A8-%D8%A7%D9%84%D8%AA%D8%B1%D8%A7%D8%B5-%D9%88%D8%B3%D8%AF%D8%AF-%D8%A7%D9%84%D8%AE%D9%84%D9%84-%D9%81%D9%8A-%D8%A7%D9%84%D8%B5%D9%84%D8%A7%D8%A9

الواجب على المصلين أن يتقوا الله، وأن يرصوا الصفوف ويتقاربوا، ولو ما قال الإمام شيء، لكن الإمام يقول لهم يذكرهم يقول: استووا، تراصوا، تقاربوا، كملوا الأول فالأول، والواجب عليهم أن يفعلوا ذلك حتى ولو سكت الإمام يجب عليهم أن يكملوا الصف الأول فالأول، وأن يتراصوا فيما بينهم لا يكون فرج، النبي ﷺ قال: لا تذروا فرجات للشيطان سدوا الخلل فيتقاربوا حتى يكون قدم كل واحد يلي قدم الآخر، يلصق قدمه بقدمه من غير أذى حتى يسد الخلل، ويكونوا مستويين، لا يتقدم أحد على أحد، يكون صدره مساوي صدر أخيه لا يتقدم عليه، وهكذا كل ما تم صف كملوا الصف الثاني والثالث وهكذا، هذا هو الواجب على الجميع كما أمر النبي بهذا عليه الصلاة والسلام، قال: رصوا صفوفكم وقاربوا بينها وحاذوا بالأعناق وقال: من وصل صفاً وصله الله ومن قطع صفاً قطعه الله وقال: سدوا الخلل لا تذروا فرجات للشيطان.
فالواجب على الجماعة في المسجد أن يتراصوا فيما بينهم، وأن يسدوا الخلل، وأن يكملوا الصف الأول فالأول، هكذا الواجب على الجميع، نعم.
المقدم: جزاكم الله خيراً.

Senin, 07 September 2020

Idrus ramli akhirnya pasrah mengakui tidak ada dalil tawassul dan tabarruk selain nabi


Hukum berboncengan dengan yang bukan mahram

Hukum asalnya berboncengan dengan tukang ojek yang berlainan jenis dan bukan mahram adalah tidak diperbolehkan sebab, berboncengannya seorang ojek dengan penyewanya biasanya menimbulkan terjadinya sentuhan dan tertempelnya badan tukang ojek dan penyewanya, padahal ini terlarang antara lawan jenis yang bukan mahram.

Dalam Ensiklopedi Fiqih Kuwait disebutkan: Adapun seorang wanita membonceng laki-laki yang bukan mahram, atau laki-laki membonceng wanita yang bukan mahram maka ini terlarang demi Saddu Adz-Dzarai' (menutup dari jalan menuju kerusakan,pen) dan membentengi dari syahwat yang terlarang. Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah 3/91

Apabila keadaan sangat mendesak dan tidak ada lagi kendaraan yang bisa dimanfaatkan, atau tidak ada mahram yang bisa mengantar maka tidak apa-apa menggunakan jasa ojek, seperti bila ada keluarga yang sudah dalam keadaan sekarat dan tidak ada kendaraan yang didapatkan untuk mengantar ke rumah sakit kecuali persewaan jasa ojek. Adapun untuk mengaji setiap hari, maka itu bukanlah faktor yang membolehkan menyewa tukang ojek yang bukan mahram.

Hukum menyewakan barang sewaan

Ibnu Taimiyah menerangkan: Dan penyewa diperbolehkan untuk menyewakan kembali sesuatu yang disewa kepada orang yang mengambil posisi penyewa pertama (menggunakan manfaat yang sebelumnya dimiliki penyewa pertama.pen) dengan bayaran sama atau lebih (dari yang dibayar penyewa pertama kepada pemilik). Al-Fatawa Al-Kubro, Ibnu Taimiyah 5/408

Apabila pemilik barang mensyaratkan kepada penyewa bahwa barang tidak boleh disewakan ke orang lain, maka penyewa tidak boleh menyewakan kepada orang lain. Begitu pula jika pemilik mensyaratkan kepada penyewa supaya tidak menyewakan ke orang dengan profesi tertentu maka penyewa harus memenuhi persyaratan tersebut.

Jika tidak ada perjanjian apapun terkait penyewaan barang ke pihak ketiga maka hukum asalnya adalah dibolehkan bagi penyewa untuk menyewakannya ke pihak ketiga.

Bunga riba untuk sumbang pesantren

Berikut ini keterangan dari Komite Tetap Fatwa dan Riset Ilmiah Arab Saudi yang kami terjemahkan:

Hasil Riba termasuk harta haram. Allah ta'ala berfirman: وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Al-Baqarah:275 Dan orang yang mendapatkan uang riba wajib untuk berlepas diri darinya dengan cara menginfaqkannya dalam hal-hal yang bermanfaat untuk kaum Muslimin, diantara hal itu adalah membangun jalan, sekolahan-sekolahan (Pesantren bisa dimasukkan.pen) dan memberikannya kepada orang-orang miskin, adapun Masjid (Musholla termasuk.pen) maka itu tidak boleh dibangun dari harta Riba.

Seseorang diharamkan untuk berani maju mengambil kelebihan riba dan terus-menerus untuk mengambilnya. Ahmad bin Abdurrazzaq Ad-Duwaisy, Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah juz 13, Riasah Idarah Al-Buhuts Al-Ilmiah Wa Al-Ifta', Riyadh, Hal. 354

Jumat, 17 Juli 2020

Hukum Sholat Diatas Sajadah Yang Padanya Ada Gambar Ka'bah Dan Masjid Nabawi

Bismillah

Oleh Fadhilatus Syaikh Ibnu Baz rahimahullah

Soal : "Didapati pada sebagian sajadah yang kami sholat diatasnya gambar khusus dengan ka'bah dan masjid an nabawi.
Maka apa hukumnya?

Jawab:
"Sepantasnya untuk tidak sholat diatasnya, karena berdiri diatas ka'bah dan memijak diatasnya termasuk jenis penghinaan.
Tidak boleh menggambar ka'bah diatas permadani. Sepantasnya bagi orang yang melihatnya untuk tidak membeli sajadah-sajadah yang diatasnya gambar ka'bah, karena jika dia berada di depannya akan mengacaukan pikirannya dan jika berada dibawah dikakinya maka termasuk jenis penghinaan.
Maka yang lebih hati-hati bagi seorang mukmin untuk tidak menggunakan sajadah-sajadah ini.

〰〰〰

Teks asli:

حكم الصلاة على السجادة التى فيها صورة الكعبة و المسجد النبوي ... لفضيلة الشيخ ابن باز -رحمه الله
يقول:
يوجد على بعض السجادات التى نصلى عليها صور خاصةبالكعبة والمسجد النبوي ؛ فما الحكم؟
الجواب
ينبغي أن لا يصلى عليها لأن الوقف على الكعبة والوطئ عليها نوع من الإهانة ، لا يجوز تصوير الكعبة على الفرش ، وينبغي لمن رآها أن لا يشتري السجاد التى عليها صور الكعبة لأنها إن كانت أمامه لا تشوش عليه وإن كانت تحت رجليه فيه نوع من الإهانة فالأحوط للمؤمن أن لا يستعمل هذه السجادات.

Wallahu ta'ala a'lam

Sabtu, 04 Juli 2020

Mencelupkan tangan ke gayung maka air musta'mal

Begitu ramai orang-orang membully seorang Ustadz dari Salafy yang mempraktikkan wudhu’ dengan memasukkan tangannya ke dalam gayung. Hal ini sungguh telah keluar dari kritikan ilmiah dan hanya berlandaskan kedengkian.

Nyatanya dalam fiqih madzhab asy-Syafi’iy: apa yang beliau lakukan itu sah saja, dan masuk dalam bab al-ightiraf:

“Jika seseorang yang berwudhu’ memasukkan tangannya ke dalam air yang sedikit setelah membasuh wajahnya sedangkan dia tidak berniat ightiraf (meniatkan tangannya sebagai alat untuk mengambil air) maka air itu menjadi musta’mal.”

Itu artinya: jika orang yang wudhu’ memasukkan tangannya ke dalam air yang sedikit dengan meniatkan tangannya sebagai alat untuk mengambil air maka air itu tidak musta’mal.

Moga nalar keilmuan kita tidak berubah menjadi liar kedengkian.

Wallahu a’lam.

**Asy-Syaykh al-Faqih Sa’id bin Muhammad Ba’aliy Ba’isyan, Busyral Karim, cet. Darul Minhaj, hlm. 77.

Minggu, 28 Juni 2020

Bahaya kata: "Maklumlah namanya juga anak-anak" ? .

Masih sering mendengar perkataan seperti ini : "Maklumlah namanya juga anak-anak" ?
.
Misalnya melihat anak laki laki yang suka usil, nakal banget dan suka ngacak, orang tuanya cenderung mengatakan, “Yah… anak cowo Emang begitu suka usil”

Atau bahkan ketika si anak memukul temannya, orang tua masih juga sempat berkelit dengan mengatakan “ya begitu deh, maklumlah namanya juga anak anak. Nggak sengaja…”

Atau ketika ada anak merebut mainan milik temannya, lalu ibu nya berkata “maklum anak2 suka rebutan” 😛

atau ketika anak bertamu ke rumah orang, langsung buka2 kulkas, lemari atau main mainan anak pemilik rumah tanpa izin, lalu berkata “maklum anak-anak suka penasaran” 😅

Atau ketika anak tantrum dan merengek di tempat umum dengan suara kencang, lalu ortu berkata “maklum anak-anak, kalau ga diturutin suka gitu”

satu hal yang harusnya kita ingat adalah memaklumi boleh saja, tapi kita juga harus mengarahkan agar anak tidak lagi menganggap hal yang salah sebagai sesuatu yang wajar.

Kita harus percaya, mereka itu pintar kok. Memang agak melelahkan memberitahu hal yang sama berulang-ulang. Namun, hal ini terjadi karena anak belum kecil belum mengenal konsep benar dan salah. Itulah tugas kita sebagai orang tua untuk mengarahkan anak tentang ilmu sosial. Ajarkan mereka "tiga kata ajaib" tolong, maaf, terimakasih.

Jangan terus kalah dengan dalih “namanya juga masih anak-anak”. Sebab jika kita terus berdalih seperti itu, kita baru akan sadar ketika kita sudah terlambat mengarahkannya. Bisa jadi, ketika bukan anak-anak lagi, hal salah yang sering kita maklumi sudah terlanjur menjadi kebiasannya.

Ijma' sepakat orangtua nabi kafir masuk neraka

IJMA PARA SALAF DAN KHOLAF BAHWA KEDUA ORANG TUA NABI TIDAK SELAMAT DI AKHIRAT
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Al-Imam Ali Al-Qori rahimahullah berkata :

"Telah sepakat para salaf dan kholaf dari sohabat, tabiin, dan imam empat (abu hanifah, malik, syafii, ahmad) dan semua para ulama mujtahidin bahwa kedua orang tua Nabi tidak selamat, tanpa ada perbedaan, perbedaan yang baru tidak bisa menggugurkan ijma yang lama, sama saja baik banyak yang menentang atau yang sepakat"

[Ali al-Qaari dalam Adillah Mu’taqad Abi Hanifah al-A’zham fii Abawai ar-Rasuul ‘alaihis sholaatu was salaam ha.7,8]

SIAPA ITU KADRUN ?


"Panggil orang Islam (keturunan Arab) dengan sebutan KADRUN (Kadal Gurun). Karena merekalah yang menghalang-halangi rencana PKI di Indonesia".

(Njoto - Tokoh PKI)
___________________


✒--✒--✒--✒

🚩Siapakah #kadrun yang sebenarnya?
.
Di antara masyarakat Indonesia ada yang saling menjuluki dengan julukan yang jelek. Satu kelompok mengatakan “Cebong” dan yang lainnya membalas dengan julukan “Kampret.”

Seiring dengan berjalannya waktu, muncul lagi istilah “Kadrun” (Kadal Gurun). Gelar ini disematkan kepada orang-orang yang kontra pemerintah oleh kelompok yang pro pemerintah.
.
Istilah “Kadrun” ini kemudian melebar, bukan hanya ditujukan kepada kelompok yang kontra pemerintah. Tetapi juga kepada siapa saja yang berusaha meneladani Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dianggap “sebagai pengikut budaya Arab.” Maka ini yang perlu dikritisi.
.
Sebagian orang melabeli “Kadrun” kepada seseorang yang memakai celana cingkrang, jubah, imamah, memotong kumis dan memanjangkan jenggot. Juga laqob ini dialamatkan ke akhowat yang menggunakan cadar dan yang sejenisnya.
.
Maka kita akan katakan, siapa sebenarnya yang pantas digelari “Kadrun?” Yang mengikuti sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallam atau yang menyelisihi Nabi shallallahu alaihi wa sallam? Atau orang-orang yang mengikuti kebiasaan, adat istiadat dan budaya orang-orang kafir?
.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
.
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ كاَنَ قَبْلَكُمْ شِبْراً بِشِبْرٍ وذِرَاعاً بِذِرَاعٍ, حَتَّى لَوْ سَلَكُوْا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوْهُ. قُلْنَا: يَارَسُوْلَ اللهِ, الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى ؟ قَالَ: فَمَنْ» ؟ . رواه البخاري
.
“Sungguh kalian akan mengikuti sunnah (kebiasaan) orang-orang sebelum kamu, sejengkal-demi sejengkal, sehasta demi sehasta, hingga andaikata mereka masuk ke lubang ‘Dlobb’ (kadal gurun), niscaya kalian akan memasukinya pula.” Kami (para shahabat) berkata: “Wahai Rasulullah! (mereka itu) orang-orang Yahudi dan Nashrani?” Beliau bersabda: “Siapa lagi (kalau bukan mereka).” (HR. Bukhari)

SEBELUM TERPAKSA MEMBUNUH SEMUT AJAK BICARA BAIK-BAIK


Jika dirasa kehadiran semut mengganggu, maka tidak mengapa membunuhnya, namun barangkali apa yang dilakukan oleh al-Imam Ahmad patut ditiru.

Al-Imam Ahmad rahimahullah berkata :
‏« إني أحرج عليكن إلا خرجتن من داري فإني أكره أن تقتلن في داري»
"sesungguhnya aku ingin mengusir kalian, kecuali kalian mau keluar sendiri dari rumahku, aku tidak suka kalian terbunuh di rumahku."

Al-Imam Abdullah, anak al-Imam Ahmad berkata :
"lalu aku melihat semut-semut tersebut keluar sendiri, lalu (di akhir rombongan) keluar semut besar berwarna hitam, yang aku tidak pernah melihat sebelumnya."

Faedah dari Prof. DR. Ahmad Khalîl hafizhahullah - guru besar Syari'ah, Universitas al-Qashîm, KSA -
================
saya (Abu Sa'id) bertanya kepada beliau :
"Apakah hal ini menunjukkan karamah Imam Ahmad?".

Prof. DR. Ahmad Khalîl menjawab :
‏‎لا يختص به. فعل قبله
"Tidak khusus kepada beliau, sebelumnya juga pernah dilakukan orang lain."

Sabtu, 27 Juni 2020

APAKAH SUPIR / MASINIS TERMASUK MUSAFIR?


📕لبﺴْــــــــــــــــــﻢِ ﺍﻟﻠﻪِ🔰

Pertanyaan:

ﺑﺴﻢ ﺍﻟﻠّﻪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺮ ﺣﻴﻢ
ﺍﻟﺴﻼﻡ ﻋﻠﻴﻜﻢ ﻭﺭﺣﻤﺔﺍﻟﻠﻪ ﻭﺑﺮﻛﺎﺗﻪ

Afwan ada pertanyaan titipan dari member, mohon bantuan menjawab.
Berikut pertanyaannya:

Assalamu’alaykum.
Afwan ustadz, mau tanya.

Bagaimana dengan masinis kereta api yang setiap hari menempuh perjalanan jauh. Apakah masuk kategori safar?

ﻭﺍﻟﺴﻼﻡ ﻋﻠﻴﻜﻢ ﻭﺭﺣﻤﺔ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺑﺮﻛﺎﺗﻪ

🔊Jawaban:

ﻭَﻋَﻠَﻴْﻜُﻢُ ﺍﻟﺴَّﻼَﻡُ ﻭَﺭَﺣْﻤَﺔُ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭَﺑَﺮَﻛَﺎﺗُﻪُ
ﺑِﺴْـﻢِ ﺍﻟﻠّﻪِ

Alhamdulillāh
Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in.

Apakah masinis dan sopir alat transportasi lainnya termasuk musafir karena safarnya terus menerus. Dan tidak terhitung berapa jumlah harinya, Para ulama menyatakan mereka ini musafir, kecuali jika sudah sampai ke kampung halamannya maka mereka tidak berstatus safar lagi.

Namun selama mereka berada di atas kendaraan menempuh jarak safar maka selama itulah mereka berstatus sebagai musafir.

Imam Ibnu Utsaimin menyatakan :

ﻗﺼﺮ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻣﺘﻌﻠﻖ ﺑﺎﻟﺴﻔﺮ ، ﻓﻤﺎ ﺩﺍﻡ ﺍﻹﻧﺴﺎﻥ ﻣﺴﺎﻓﺮﺍً ، ﻓﺈﻧﻪ ﻳﺸﺮﻉ ﻟﻪ ﻗﺼﺮ ﺍﻟﺼﻼﺓ , ﺳﻮﺍﺀ ﻛﺎﻥ ﺳﻔﺮﻩ ﻧﺎﺩﺭﺍً ﺃﻡ ﺩﺍﺋﻤﺎً , ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﻟﻪ ﻭﻃﻦ ﻳﺄﻭﻱ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﻳﻌﺮﻑ ﺃﻧﻪ ﻭﻃﻨﻪ , ﻭﻋﻠﻰ ﻫﺬﺍ ﻓﻴﺠﻮﺯ ﻟﺴﺎﺋﻖ ﺍﻟﺸﺎﺣﻨﺔ ﺃﻥ ﻳﺘﺮﺧﺺ ﺑﺮﺧﺺ ﺍﻟﺴﻔﺮ

“Mengqasar shalat berkaitan dengan safar, selama seseorang berada dalam kondisi safar maka ia boleh mengqasar shalat sama saja apakah safarnya itu jarang atau sering. Jika ia memiliki kampung halaman yang ia tuju dan diketahui itu adalah kampung halamannya berdasarkan hal ini maka boleh sopir, kapal untuk mengambil keringanan safar.”
(📚Majmu Fatawa Syaikh Ibnu Utsaimin : 15264).

Jumat, 26 Juni 2020

Para sahabat membaca alquran di kuburan

Kaum Anshar Membaca Al-Quran di Kuburan

Di antara sandaran ahlul bid'ah yang memperbolehkan membaca Al-Quran di kuburan adalah datangnya kaum Anshar ke kuburan untuk membaca Al-Quran. Al-Imam Abu Bakar Al-Khallal (w. 311 H) rahimahullah berkata :

أَخْبَرَنِي أَبُو يَحْيَى النَّاقِدُ، قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ وَكِيعٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا حَفْصٌ، عَنْ مُجَالِدٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، قَالَ: «كَانَتِ الْأَنْصَارُ إِذَا مَاتَ لَهُمْ مَيِّتٌ اخْتَلَفُوا إِلَى قَبْرِهِ يَقْرَءُونَ عِنْدَهُ الْقُرْآنَ»

Telah menceritakan kepadaku Abu Yahya An-Naaqid, ia berkata; Telah menceritakan kepada kami Sufyaan bin Wakii’, ia berkata; Telah menceritakan kepada kami Hafsh, dari Mujaalid, dari Asy-Sya’biy, ia berkata :

“Adalah kaum Anshar jika salah seorang di antara mereka wafat, maka mereka mendatangi kuburannya untuk membaca Al-Quran di sisinya.”
(Al-Qira’ah 'Indal Qubur no. 7)

Pembahasan :

Atsar di atas dhaif jiddan (sangat lemah) bahkan palsu, dengan alasan berikut ini :

Pertama, di dalam sanad tersebut terdapat Sufyaan bin Wakii’ bin Al-Jarrah. Ia sangat lemah bahkan dituduh berdusta. Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullah berkata :

سفيان بن وكيع [ت، ق] بن الجراح، أبو محمد الرواسى. قال البخاري: يتكلمون فيه لأشياء لقنوه إياها. وقال أبو زرعة: يتهم بالكذب.

“Sufyaan bin Waiki’ bin Al-Jarraah, Abu Muhammad Ar-Rawaasi. Al-Bukhari berkata: “Ahlul hadits memperbincangkannya karena adanya banyak hadits yang disusupkan pada catatannya.” Abu Zur’ah berkata: “Ia dituduh berdusta.”
(Mizanul I’tidal fi Naqdir Rijal, 2/173)

Kedua, di dalamnya juga terdapat Mujaalid bin Sa’id Al-Hamdani. Dia juga lemah (dhaif). Al-Imam Ibnu Hibban rahimahullah berkata :

مجالد بن سعيد بن عمير الهمداني: من أهل الكوفة، يروى عن الشعبى وقيس بن أبى خازم، روى عنه أهل العراق مات سنة ثلاث أو أربع وأربعين ومائة من ذى الحجة، وكان رذئ الحفظ يقلب الاسانيد ويرفع المراسيل، لا يجوز الاحتجاج به.

“Mujaalid bin Sa’iid bin 'Umair Al-Hamdaaniy, dari penduduk Kufah. Ia meriwayatkan dari Asy-Sya’biy dan Qais bin Abi Haazim dan haditsnya diriwayatkan oleh penduduk Iraq, wafat bulan Dzulhijjah tahun 143 atau 144 H. Dia itu buruk hafalannya, membolak-balikkan sanad, me-marfu’-kan hadits mursal dan tidak boleh berhujah dengannya.”
(Al-Majruhin, 3/10)

Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah berkata :

مجالد بن سعيد بن عمير بن ذي مران  الهمداني كوفي كان يحيي القطان يضعفه وكان ابن مهدي لا يروى عنه..الخ

“Mujaalid bin Sa’iid bin 'Umair bin Dzi Miraan Al-Hamdaaniy. Yahya Al-Qaththaan men-dhaif-kannya. Ibnu Mahdiy tidak mau meriwayatkan darinya..dst.”
(At-Tarikh Al-Kabir, 8/9)
_____________________________________________

Benarkah Sahabat Umar bin Khaththab dan Para Sahabat Anshar Menganjurkan Mengaji Al Quran di Kuburan ?

Oleh : Ustadz Hasyim AlFasiry

1. Atsar dari Umar bin Khaththab

مصنف عبد الرزاق
[6043 ] عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، قَالَ: حُدِّثْتُ، عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، أَنَّهُ قَالَ: " احْضُرُوا مَوْتَاكُمْ، فَأَلْزِمُوهُمْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ، وَأَغْمِضُوا أَعْيُنَهُمْ، وَاقْرَءُوا عِنْدَهُمُ الْقُرْآنَ "

"Datangilah orang yang akan meninggal, bacakan mereka Lailaha illallah, dan pejamkan matanya jika mereka meninggal, dan bacakan Al-Quran di dekatnya.”
(Mushannaf 'Abdurrazzaaq no. 6043)

Atsar ini dhaif dan mu’dhal.

Ibnu Juraij lahir tahun 74 dan wafat tahun 150 H. Sejawatnya 'Atha', beliau tidak bertemu Umar bin Khaththab yang wafat tahun 23 H.

Atsar ini pula munkar terhadap atsar yang datang dari Umar bin Khaththab melalui jalur lain sbb :

مصنف ابن أبي شيبة (2/ 446)
10858 - حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ الْأَحْمَرُ، عَنْ يَزِيدَ، عَنْ يُونُسَ، عَنِ الْحَسَنِ، قَالَ عُمَرُ: «احْضُرُوا مَوْتَاكُمْ، وَذَكِّرُوهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، فَإِنَّهُمْ يَرَوْنَ وَيُقَالُ لَهُمْ»

تفسير الطبري
[19 : 528] حَدَّثَنَا بِشْرٌ، قَالَ: ثنا يَزِيدُ، قَالَ: ثنا سَعِيدٌ، عَنْ قَتَادَةَ، قَوْلَهُ: "ف إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَق، قَالَ: قَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رضي الله عنه: احْضُرُوا مَوْتَاكُمْ، وَلَقِّنُوهُمْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ، فَإِنَّهُمْ يَرَوْنَ وَيَسْمَعُونَ "

المحتضرون لابن أبي الدنيا
[8 ] حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْجَعْدِ، قَالَ: أَخْبَرَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ ثَابِتِ بْنِ ثَوْبَانَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ مَكْحُولٍ، قَالَ: قَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ: " احْضُرُوا مَوْتَاكُمْ وَذَكِّرُوهُمْ، فَإِنَّهُمْ يَرَوْنَ مَا لا تَرَوْنَ، وَلَقِّنُوهُمْ شَهَادَةَ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ "

Dalam ketiga jalur di atas tidak disebutkan perintah Umar membaca Al-Qur’an.

Tambahan tersebut bermula dari Ibnu Juraij saja bukan dari Umar bin Khaththab, dan sebagai mudallis sejati Ibnu Juraij berani menisbatkan itu dari Umar padahal tidak sezaman.

Imam Ad-Daraquthni rahimahullah berkata :

شر التدليس تدليس بن جريج فإنه قبيح التدليس لا يدلس الا فيما سمعه من مجروح (طبقات المدلسين ص: 41)

"Seburuk-buruknya tadlis adalah tadlisnya Ibnu Juraij, sebab ia tidaklah mentadliskan kecuali pada riwayat yang dia dengar dari rawi cacat.”

2. Atsar Para Sahabat Anshar

Dikutip dari kitab Ruh-nya Ibnul Qayyim. Mashdar atsar ini diriwayatkan oleh Al-Khallal dalam Al-Qira’ah ‘Indal Qubur (no. 7) atau dalam kitabnya Al-'Amr bil Ma’ruf Wannahiy ‘Anil Munkar (1/126), dengan sanad lengkapnya sbb :

أَخْبَرَنِي أَبُو يَحْيَى النَّاقِدُ، قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ وَكِيعٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا حَفْصٌ، عَنْ مُجَالِدٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، قَالَ: " كَانَتِ الأَنْصَارُ إِذَا مَاتَ لَهُمُ الْمَيِّتُ اخْتَلَفُوا إِلَى قَبْرِهِ يَقْرَءُونَ عِنْدَهُ الْقُرْآنَ "

“Dari Asy-Sya’bi berkata bahwa jika diantara sahabat Anshar ada yang meninggal, maka mereka bergantian ke kuburnya membaca Al-Quran.”

Rijal sanad atsar di atas adalah :

- Asy-Sya’bi : Nama beliau 'Amir bin Syarahbil lahir tahun 20 H, wafat antara tahun 102-109 H. berstatus tsiqat dari kalangan ulama tabi’in yang masyhur.

- Mujaalid : Nama aslinya Mujaalid bin Sa’id Al-Hamdani lahir tahun 48 H dan wafat tahun 144 H. status periwayatan haditsnya "dhaiful hadits", hampir tidak ada yang mentautsiqnya selain ulama mutasahhilin seperti Al-‘Ijli yang menghasankan beliau. Imam Muslim punya riwayat darinya tetapi hanya dijadikan bamper/maqrun saja. Adapun yang lainnya maka,

قال ابن حازم الجهضمي: كاذب
قال البخاري: لا أكتب حديثه ، ومرة : لا أشتغل بحديثه, ومرة : كذاب
قال الدارقطني: كوفي ليس بقوي ، ومرة : ليس بثقة ،
 ومرة : لا يعتبر به ، مرة في السنن غيره أثبت منه
ذكره الذهبي في السير وقال : ضعيف الحديث
قال في التقريب : ليس بالقوي ، وقد تغير في آخر عمره ، ذكره في المطالب العالية ، وقال : ضعيف
قال الإمام الشافعي: الحديث عن مجالد يجالد الحديث

- Hafsh : Bernama Hafsh bin Ghiyats An-Nakha’I, lahir tahun 117 H dan wafat tahun 194 H. beliau ikhtilath di akhir usianya dan mengidap tadlis, kendati demikian para ulama mentautsiq beliau.

- Sufyaan bin Waki’ : Beliau putra Waki’ bin Al-Jarrah yang wafat tahun 247 H. Status periwayatannya tidak lebih dari maqbul, artinya bisa saja diterima bila ada rawi lain yang menguatkan. Bahkan Abu Dawud dan Abu Zur’ah mematrukkannya. Adz-Dzahabi dan mushannifuttahrir mendhaifkannya dst.

- Abu Yahya An-Naqid bernama asli Zakariyya bin Yahya, beliau wafat tahun 285 H. Beliau termasuk min atsbaatil muhadditsin, meskipun Imam Adz Dzahabi diam tentang beliau karena Imam Daraquthni, Al-Khathib Al-Baghdadi dan Imam Al-Hakim telah mentautsiqnya.

Memperhatikan rijal sanad, ada 2 rawi yang memustahilkan atsar di atas shahih yaitu Mujaalid bin Sa’id yang dhaiful hadits dan Sufyaan bin Waki’ yang maqbul. Padahal atsar ini hanya memiliki jalur sanad satu-satunya yaitu riwayat Al-Khallal ini. Oleh sebab itu, Status atsar ini dhaif syadid bisa juga maudhu' (riwayat hoax).

Dengan kedhaifan atsar tentang Sahabat Anshar, habis sudah dalil dari hadits marfu' maupun mauquf dalam maqalah di atas. Tidak ada satupun yang shahih menunjukkan bahwa baca Qur’an di kuburan direkomendasikan oleh Nabi atau dilakukan para shahabat.

Ingat Tasyri’ Islam berbeda dengan agama lainnya, haruslah dibangun di atas dasar dalil yang shahih/hasan.

Pengakuan azzabidi ttg manhaj salaf

Pengakuan Murtadha Az-Zabidi dalam kitabnya Ithaf as-Saadat Al-Muttaqqin syarh Ihya 'Ulumiddin jilid 9 hal, 409:
Bahwa madzhab salaf ahli hadits fuqaha` dan mutakallimin bahwa Allah punya sifat yad (tangan) tidak seperti tangan kita, menukil dari Al-Ghazali yg mengatakan itu dalam Al Ihya bahwa itu adalah shifat tangan tak seperti tangan-tangan, jemari tak seperti jemari, kanan tak seperti kanan-kanan yang lain.
Beliau juga menukil pernyataan Imam Ahmad:
ان يديه ليست كيدينا ولكن له يدان هم صفتان حقيقيتان
"Sesungguhnya tangan-Nya tidak seperti tangan kita, tapi Dia punya Dua Yad yang merupakan shifat secara hakiki (bukan majazi -penerj)."
==============================
والجمله فيه انه يمين كالايمان ويد لا كالايدى واصبع لا كالاصابع هذا هو مذهب السلف من أكابر المحدثين والفقهاء والمتكلمين قالوا ان اليدين والاستواء والوجه واليمين والجنب والقدم وامثالها كلها صفات حقيقه قائمه بذات الحق جل جلاله كما يقول به سائر أهل السنه فى الحياه والعلم والقدرة والاراده والسمع والبصر والكلام من انها صفات حقيقيه وقائمه بذات الحق تعالى ومن هذا يقولون أن سمعه لا كسمعنا وبصره لا كبصرنا وكلامه لا ككلامنا وقال الامام أحمد ان يديه ليست كيدينا ولكن له يدان هم صفتان حقيقيتان وكذا قال فى الوجه ووافقهم الامام ابو الحسن الآشعرى فى هذا المعنى لكنه فى بعضها دون جميع المتشابهات وقد تقدم التفصيل فى ذلك فى شرح قواعد العقائد
===============================

Tak penting apa yg menjadi pendapat Az-Zabidi dan juga Al-Ghazali kemudian tapi yg penting adalah pengakuan jujur mereka ttg apa pendapat salaf.

Hadits Dhaif Tentang Perut (Six Pack) Nabi


Dari Ummu Hani' radhiyallahu 'anha, dia berkata :

ما رأيت بطن رسول الله يَةِ إلا ذكرت القراطيس المثنية بعضها على بعض

"Tidaklah aku melihat perut Rasulullah ﷺ melainkan yang aku ingat seperti kertas-kertas yang digulung satu sama lain."
(Diriwayatkan oleh Abu Dawud Ath-Thayalisi dalam Musnadnya no. 1619)

Al-Hafizh Ahmad bin Abi Bakr Al-Bushiri berkata :
"Sanadnya dha'if (lemah) karena kelemahan rawi yang bernama Jabir Al-Ju'fi."
(It-haful Khiyarah Al-Maharah, 8/457)

Dari Al-Hasan bin 'Ali radhiyallahu 'anhuma :
"Aku bertanya kepada pamanku (dari jalur ibunya) yaitu Hind bin Abi Halah, beliau menggambarkan postur tubuh Nabi ﷺ yang lebar dadanya dan rata antara perut dan dada."

Syaikh Al-'Allamah Al-Albani berkata :
"Statusnya dha'if jiddan (sangat lemah)."
(Mukhtashar Asy-Syama'il, hal. 18)

Kamis, 25 Juni 2020

Syaikh alghumari vs asya'iroh

Sayyidul-‘Ulamā’
SYIHABUDDĪN AḤMAD AL-GUMĀRĪ
(Akidah & Sikapnya terhadap Asyā‘irah)

As-Sayyid Syihābuddīn Abul-Fayḍ Aḥmad bin Muhammad bin Aṣ-Ṣiddīq Al-Gumārī Al-Ḥasanī (1320-1380 H) merupakan ulama sufi yang besar nan menguasai beragam fan Ilmu, sehingga wajar apabila Beliau mampu berijtihad secara mandiri dalam fikih. Dan ketokohan Sayid Aḥmad Al-Gumārī ini tidak ada yang meragukan, alias diakui oleh para ulama lintas mazhab yang sezaman dengannya maupun yang muncul setelahnya.

Uniknya, dalam kitab Darrul-Gamām Ar-Raqīq  (hal. 109), Sayid Aḥmad Al-Gumārī menasihati:

فأحذر أن تصدق أهل التأويل، وعليك بمذهب السلف الصالح.
“Maka hindarilah membenarkan Ahli Takwil, dan berpeganglah dengan mazhab salaf saleh”.

Pesan tersurat dari nasihat diatas adalah jangan membenarkan (meyakini) akidahnya Ahli Takwil, adapun pesan tersiratnya adalah bahwa Ahli Takwil tidak sesuai dengan mazhab Salaf Saleh. Tentu Ahli Takwil yang diingkari disini juga termasuk mazhab Asyā‘irah. Sebagaimana disebutkan sendiri oleh Sayid Aḥmad Al-Gumārī dalam Al-Jawāb Al-Mufīd lis-Sā’il Al-Mustafīd (hal. 11), berikut ini:

أما عقيدة الأشعرية ولاسيما المتأخرين منهم فخلاف مجرد لما جاء عن الله ورسوله.
بل وسائر رسله في توحيد الله تعالى وصفاته وهم من الفرق الإثنين وسبعين بلا شك وإن سموا أنفسهم أهل السنة والجماعة ظلما وزورا وبهتانا.
وادعوا أن مذهب السلف أسلم ومذهب الخلف أعلم والحقيقة هو أفسد وأظلم وأجهل
“Adapun Akidah Asy‘ariyyah, khususnya kalangan Mutaakhkhirin mereka, bertentangan dengan apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya.
Bahkan semua ulamanya tentang Tauhid Allah taala dan Sifat-Nya, termasuk dalam 72 firqah (yang sesat) tanpa diragukan, dan menyebut diri mereka sebagai Ahlussunah wal-Jamaah secara zalim, palsu dan dusta.
Dan klaim mereka bahwa ‘mazhab Salaf lebih selamat dan mazhab Khalaf lebih berbobot dan hakiki’ adalah lebih rusak, zalim dan dungu.”

Perlu diketahui bahwa kedua kitab diatas adalah kitab yang menghimpunkan fatwa² Sayid Aḥmad Al-Gumārī yang ditulis oleh Mahasantrinya; Darrul-Gamām Ar-Raqīq ditulis oleh syekh ‘Abdullāh bin ‘Abdul-Qādir At-Talīdī, dan Al-Jawāb Al-Mufīd lis-Sā’il Al-Mustafīd ditulis oleh syekh Abul-Faḍl Badr Al-‘Imrānī.

Bahkan ada kitab khusus yang menghimpunkan kritikan, celaan, dan penolakan Sayid Aḥmad Al-Gumārī terhadap mazhab Asyā‘irah, sebagaimana yang dilakukan oleh Dr. Syekh Ṣādiq bin Salīm, yakni kitab Żammul-Asyā‘irah wal-Mutakallimīn wal-Falāsifah. Kitab ini tambah spesial karena diberi pengantar oleh ulama Salafi sekaligus Mahasantri Sayid Aḥmad Al-Gumārī yang juga zuriah Baginda Nabi, yakni Sayid Abū Uways Muhammad bin Al-Amīn Būkhubzah Al-Ḥasanī. Salah satu keterangan yang menarik dikitab ini (hal. 105) adalah, Sayid Aḥmad Al-Gumārī berkata:

زاعمين أن تأويله واجب، حتى لا بضل به العوام؛ غير ملتفتين إلى نهي الله تعالى ورسوله عن ذلك، وأن الله سماهم زائغي القلوب؛ أصحاب فتنة وضلالة، وأنهم كاذبون فيما يقولون، من أن ذلك التأويل واجب، وأنه مذهب أهل السنة والجماعة.

Adapun Akidah Sayid Aḥmad Al-Gumārī sendiri masih diperbincangkan, Mahasantrinya dari kalangan Salafi menyebutnya muyul (condong) kepada Salafi, adapun Mahasantrinya dari kalangan Asyā‘irah menyebutnya muyul ke Asyā‘irah aliran tafwīḍ. Yang lebih tepat adalah muyul ke Akidah Salafi-Hanbali dengan 2 alasan:

1️⃣ Sangat rancu dan muskil jika memaksakan Sayid Aḥmad Al-Gumārī muyul kepada Asyā‘irah aliran tafwīḍ, karena amat jelas pernyataan²-nya yang sangat tegas dan cadas kepada Asyā‘irah.
2️⃣ Ketika membahas kitab² tentang Akidah/Tauhid Salaf, Sayid Aḥmad Al-Gumārī mengatakan (Darrul-Gamām Ar-Raqīq, hal. 157):

وعليك بقراءة {إجتماع الجيوش الإسلامية على غزو المعطلة والجهمية} وهو مطبوع مرتين بالهند وبمصر، و {اختصار الصواعق المرسلة على الجهمية والمعطلة} لابن القيم، وهو مطبوع بمكة في مجلدين، و {رد الدارمي على بشر المريسي} وهو مطبوع بمصر، و {التوحيد لابن خزيمة} وهو مطبوع بمصر أيضا، فإذا قرأت هذه الكتب حزت المبتغي في عقائد السلف.

Jika kita perhatikan, menurut Sayid Aḥmad Al-Gumārī, kitab² diatas merupakan representasi/penjelas tentang Akidah Salaf. Anehnya, kitab² diatas dikenal sebagai rujukan Akidah Salafi-Hanbali. Lebih aneh lagi, Sayid Aḥmad Al-Gumārī sama sekali tidak menyebutkan kitab² dari kalangan Asyā‘irah.

Demikianlah Akidah Sayid Aḥmad Al-Gumārī (yang muyul kepada Salafi-Hanbali) dan sikapnya terhadap mazhab Asyā‘irah, sangat tegas dan cadas membatilkan dan membidahkan Asyā‘irah, bahkan mendustakan klaim Asyā‘irah yang menisbatkan diri kepada Ahlussunnah wal-Jamaah. Semoga Allah merahmati Sayid Aḥmad Al-Gumārī, dan mengampuni segala kekhilafannya. Amīn...

Merenungkan dalam² pernyataan Sayid Aḥmad Al-Gumārī yang memalsukan dan mendustakan klaim Asyā‘irah sebagai Ahlussunnah wal-Jamaah, saya jadi teringat dengan buku yang baru terbit dengan judul “Klaim Dusta Salafi Wahabi Tentang Akidah Salaf”, bagaimana dengan Anda?

Seorang Mukmin adalah cermin bagi saudaranya sesama Mukmin


Dari Abu Hurairah radhiallahu'anhu, Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:

المؤمنُ مِرْآةُ أخيه، إذا رأى فيه عَيْبًا أَصْلَحَه

"Seorang Mukmin adalah cermin bagi saudaranya (sesama Mukmin). Jika ia melihat suatu aib pada saudaranya, ia akan memperbaikinya"

(HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad no. 237, dihasankan Al Albani dalam Shahih Adabil Mufrad).

KAUM ASYAA'IROH JUGA MEMBAGI TAUHID MENJADI TIGA



Kaum Asyaa’iroh juga membagi tauhid menjadi 3, mereka menyatakan bahwa wahdaniah (keesaan) Allah mencakup tiga perkara,  ungkapan mereka adalah:

إن الله واحد في ذاته لا قسيم له وواحد في صفاته لا نظير له، وواحد في أفعاله لا شريك له

“Sesungguhnya Allah (1) maha satu pada dzatnya maka tidak ada pembagian dalam dzatNya, (2) Maha esa pada sifat-sifatNya maka tidak ada yang menyerupai sifat-sifatnya, dan (3) Maha esa pada perbuatan-perbuatanNya maka tidak ada syarikat bagiNya.

Salah seorang ulama terkemukan dari Asyaa’iroh yang bernama Ibrahim Al-Laqqooni berkata :

“Keesaan (ketauhidan) Allah meliputi tiga perkara yang dinafikan :

… “Keesaan” dalam istilah kaum (Asyaa’iroh) adalah ungkapan dari tiga perkara yang dinafikan :

“(1) Dinafikannya berbilang dari Dzat Allah, artinya Dzat Allah tidak menerima pembagian….

(2) Dinafikannya sesuatu yang serupa dengan Allah, maksudnya tidak ada perbilangan dalam dzat atau salah satu sifat dari sifat-sifatNya…

(3) Dinafikannya penyamaan Allah dengan makhluk-makhluk yang baru…”

(Hidaayatul Muriid Li Jauharot At-Tauhiid, Ibraahim Al-Laqqooni.  1/336-338)

Ulama besar Asya’iroh yang lain yaitu Al-Baajuuri rahimahullah berkata :

“Kesimpulannya bawhasanya wahdaniah/keesaan/ketauhidan Allah yang mencakup (1) Keesaan pada Dzat, (2) Keesaan pada sifat-sifat Allah, dan (3) Keesaan pada perbuatan-perbuatanNya…”

(Hasyiat Al-Imam Al-Baijuuri ‘alaa Jauharot At-Tauhiid, hal 114)

Jumat, 19 Juni 2020

SHOLAT JUM'AT-MU BISA SIA-SIA KARENA KOTAK AMAL


Sholat Jum'at-mu bisa menjadi SIA-SIA, bila :
1. Berkata-kata selama Khotib berkhotbah
2. Bermain/Menyentuh/Memegang batu kerikil
3. Menggeser KOTAK AMAL selama khutbah berlangsung.
>> Menggeser-geser kotak amal saat khutbah Jum'at di-QIYAS-kan bermain kerikil.
4. Memegang BIJI TASBEH seolah berdzikir, padahal tidak ada syari'at-nya berdzikir selama khutbah berlangsung.
>> Menggerakkan biji TASBEH di-QIYAS-kan dengan bermain kerikil.

** SOLUSI SARAN buat pengurus DKM :
1. Aturlah jadwal KOTAK AMAL sebelum adzan sholat Jum'at berkumandang.
2. Arahkan jama'ah yang mau berinfak agar langsung mengisi ke KOTAK AMAL STATIS yang ada di teras masjid.
(baik pada saat mau masuk masjid atau pulang dari masjid)
3. Bila KOTAK AMAL beroperasi saat Khotib berkhotbah, maka ini akan mengganggu FOKUS mendengarkan khotbah, dan ini beresiko SIA-SIA Jum'at-nya bagi DKM juga.

>> Nabi shollallohu 'alaihi wasallam pernah MENGGELAR SUMBANGAN dari jama'ah setelah selesai sholat dan selesai khutbah sholat 'Idul Fitri.
(Lihat HR. Muslim : 1467)

°°°°°

1). Hadits dari Abu Hurairoh mengabarkan kepadanya, bahwa Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam bersabda :

إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ

"Jika kamu berkata kepada temanmu pada hari Jum'at yaitu {DIAMLAH} padahal Imam sedang memberikan khutbah maka sungguh kamu sudah berbuat sia-sia"
(HR. Bukhory : 882)

2). Hadits dari Abu Hurairoh, dia berkata; Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam bersabda:

مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَ الْجُمُعَةِ إِلَى الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةَ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا

"Barangsiapa berwudhu' dengan menyempurnakan wudhu'nya, kemudian mendatangi sholat jum'at, MENDENGARKAN dan MEMPERHATIKAN khutbah Jum'at, maka dosa-dosanya akan di ampuni hingga jum'at berikutnya, di tambah tiga hari. Dan barangsiapa BERMAIN/MEMEGANG/MENYENTUH BATU KERIKIL, sungguh jum'atnya telah sia-sia"
(HR. Muslim : 1419)
(HR. Abu Dawud : 886)
(HR. At-Tirmidzi : 458)
(HR. Ibnu Majah : 1080)
(HR. Ahmad : 9120)

Bolehkah menarik seseorang dari shaf depan ?


Disini akan kita bahas mengenai hukum menarik orang lain dari shaf yang ada di depannya untuk membentuk shaf baru. Abu Yahya Zakaria Al-Anshari dalam kitab Fathul Wahhab memaparkan sebagai berikut : Jika shaf di depannya masih longgar, maka masuklah ke dalam shaf. Dan jika shaf sudah penuh, maka langsung melakukan takbiratul ihram di belakang shaf sendirian, kemudian menarik satu orang dari shaf yang ada di depannya agar terbentuk shaf baru. Dan bagi orang yang ditarik disunatkan untuk menolong orang yang menariknya, sehingga dapat terbentuk shaf baru, dan agar masing-masing mendapatkan keutamaan tolong menolong (Ta’aawun)Dalilnya adalah ayat yang menerangkan tentang keutamaan tolong menolong dalaam kebaikan sebagaimana firman Allah :
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa (QS.Al-Maidah :2)
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُمَرَ بْنِ عَلِيِّ بن عطاء بن مُقَدَّمٍ، حَدَّثَنَا يُوسُفُ بْنُ يَعْقُوبَ بن أبي القاسم السَّدُوسِيُّ، حَدَّثَنَا التَّيْمِيُّ عَنْ أَبِي مِجْلَزٍ عَنْ قَيْسِ بنِ عُبَادٍ قَالَ : بَيْنَمَا أَنَا بِالْمَدِيْنَةِ فِي الْمَسْجِدِ فِي الصَّفِّ الْمُقَدَّمِ قَائِمٌ أُصَلِّيْ، فَجَبَذَنِي رَجُلٌ مِنْ خَلْفِي جَبْذَةً فَنَحَّانِي وَقَامَ مَقَامِي قال : فَوَاللَّهِ مَا عَقَلْتُ صَلَاتِي، فَلَمَّا انْصَرَفَ فَإِذَا هُوَ أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ، فقال : فَقَالَ يَا فَتَى لَا يَسُؤْكَ اللَّهُ إِنَّ هَذَا عَهْدٌ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْنَا أَنْ نَلِيَهُ، ثُمَّ اسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ فَقَالَ هَلَكَ أَهْلُ الْعُقَدَةِ وَرَبِّ الْكَعْبَةِ –ثَلَاثًا- ثُمَّ قَالَ : وَاللَّهِ مَا عَلَيْهِمْ آسَى وَلَكِنْ آسَى عَلَى مَنْ أَضَلُّوا – قالَ : قُلْتُ : مَا تَعْنِيْ بِهَذَا (بِأَهْلِ الْعُقَدِ)؟ قَالَ : الْأُمَرَاءُ. (رواه ابن خزيمة : 1488 – صحيح ابن خزيمة – المكتبة الشاملة – جماع ابواب قيام المأمومين خلف الإمام– الجزء : 6 – صفحة : 55)
Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Umar bin ‘Ali bin ‘Atha’ bin Muaqaddam], telah menceritakan kepada kami [Yusuf bin Ya’qub bin Abi Al-Qasim Assudusy], telah menceritakan kepada kami [At-Taimy] dari [Abu Mijlaz] dari [Qais bin Ubad], ia berkata :Sewaktu aku berada di dalam masjid di kota Madinah, saat itu aku sedang shalat di shaf terdepan. Tiba-tiba seorang laki-laki menarikku dari belakang dan menyingkirkanku (mensejajarkanku disampingnya), lalu ia berdiri di tempatku tadi berdiri. Demi Allah, aku tidak faham dengan shalatku ini. Setelah selesai shalat, ternyata dia adalah Ubay bin Ka’ab. Kemudian ia berkata : Wahai pemuda, semoga Allah tidak membuatmu berburuk sangkakarena sesungguhnya ini adalah ajaran (wasiat) Nabi saw kepada kami, agar kami berdiri di belakangnya. Setelah itu iapun menghadap ke kiblat dan berkata : Demi Tuhan Pemilik Ka’bah, celakalah Ahlul ‘aqdi (yaitu orang-orang yang gemar membuat akad [perjanjia]) sesat). Ia ucapkan tiga kali. Kemudian ia berkata : Demi Allah, aku tidak sedih terhadap mereka, tetapi aku sedih terhadap orang-orang yang menyesatkan. Aku bertanya kepadanya : (Wahai Ubay bin Ka’ab) Siapakah orang yang kamu maksud (dengan ahlul ‘aqdi)? Ubai bin Ka’ab menjawab : Al-Umara’ (Para Penguasa). (HR.Ibnu Khuzaimah : 1488, Shahih Ibnu JKhuzaimah, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Jima’au abwab qiyamil ma’mumoin khalfal imam, juz : 6, hal. 55)
حَدَّثَنَا الحسن بن علي حَدَّثَنَا يزيد بن هارون أخْبَرنا الحجّاج بن حسّان عن مقاتل بن حيَّان رفعه قال قال النبي صلى الله عليه وسلم اِذَا جَاءَ رَجُلٌ فَلَمْ يَجِدْ اَحَدًا فَلْيَخْتَلِجْ اِلَيْهِ رَجُلاً مِنَ الصَّفِّ فَلْيَقُمْ مَعَهُ – فَمَا اَعْظَمَ اَجْرَ الْمُخْتَلِجِ. (رواه ابو داود – سنن ابو داود – المجلد الثاني –المراسل : 86 – باب جامع الصلاة [باب :22] – صفحة : 558)
Telah menceritakan kepada kami [Al-Hasan bin ‘Ali], telah menceritakan kepada kami [Yazid bin Harun], telah mengabarkan kepada kami [Hajjaj bin Hassan] dari [Muqatil bin Hayyan], secara marfu’ ia berkata : Nabi Muhammad saw bersabda : Apabila seseorang datang (hendak menuju shaf) dan ia tidak menemukan seorangpun, maka hendaklah ia menarik seseorang dari shaf (di depannya) agar berdiri bersama disampingnya. Maka alangkah besarnya pahala orang yang menarik tersebut. (HR.Abu Daud, Sunan Abu Daud, jld 2, Al-Marasil : 86, bab Jaami’uwshshalaati [bab : 22], hal. 558)
Sebagian ulama yang membolehkan menarik orang lain dari shaf yang ada di depannya berdalil dengan hadits berikut ini yang dinilai oleh sebagian ulama sebagai hadits lemah (dhaif).
حدثنا محمد بن يعقوب ، حدثنا حفص بن عمرو الربالي ، حدثنا بشر بن إبراهيم ، حدثني الحجاج بن حسان ، عن عكرمة ، عن ابن عباس قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إذَا انْتَهَى أَحَدُكُمْ إلَى الصَّفِّ وَقَدْ تَمَّ فَلْيَجْذِبْ إلَيْهِ رَجُلًا يُقِيمُهُ إلَى جَنْبِهِ.(رواه الطبراني : 7988 – المعجم الأوسط للطبراني – المكتبة الشاملة – باب الميم من اسمه محمد – الجزء: 17 – صفحة : 64)
Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Ya’qub], telah menceritakan kepada kami [Hafash bin ‘Amr Ar-Ribaly], telah menceritakan kepada kami [Bisyr bin Ibrahim], telah menceritakan kepadaku [Hajjab bin Hasan] dari [‘Ikrimah] dari [Ibnu Abbas] ia berkata : Rasulullah saw bersabda : Apabila salah seorang diantara kalian hendak masuk ke dalam shaf, dan shaf itu telah penuh, maka hendaklah ia menarik seseorang agar berdiri disampingnya (membentuk shaf baru). (HR. Thabrani : 7988, Al-Mu’jam Al-Awsath Lith-Thabrany, Al-Maktabah Asy-Syamilah, bab Mim Min Ismuhu Muhammad, juz : 17, hal. 64)
(اخبرنا) علي بن محمد بن عبد الله بن بشران ببغداد انبأنا أبو الحسن علي بن محمد المصري حدثنا مالك بن يحيى حدثنا يزيد بن هارون حدثنا السري بن اسمعيل عن الشعبي عن وابصة قال رأى رسولُ الله صلى الله عليه وسلم رجلاً صَلَّى خَلْفَ الصُّفُوْفِ وَحْدَهُ – فَقَالَ اَيُّهَا الْمُصَلِّيْ وَحْدَهُ اَلاَ وَصَلْتَ إِلَى الصًّفِّ أو جَرَرْتَ اِلَيْكَ رجلاً فَقَامَ مَعَكَ؟ اَعِدِ الصَّلَاةَ. (تَفَرَّدَ بِهِ السَّرِيَّ بْنَ إسْمَاعِيلَ وَهُوَ ضَعِيفٌ). (رواه البيهقي – سنن الكبرى للبيهقي – المكتبة الشاملة – باب : 3 – الجزء : 3 – صفحة : 105)
Telah mengabarkan kepada kami [‘Ali bin Muhammad bin Abdullah bin Bisyran] di Badgdad, telah menceritakan kepada kami [Abu Hasan, yaitu ‘Ali bin Muhammad Al-Mishry], telah menceritakan kepada kami [Malik bin Yahya], telah mencritakan kepada kami [Yaizd bin Harun], telah menceritakan kepada kami [As-Sarri bin Isma’il] dari [Asy-Syu’aby] Dari [Wabishah] ia berkata :Rasulullah saw pernah melihat seorang laki-laki yang shalat seorang diri di belakang shaf. Maka beliau bersabda (kepadanya) : “Hai orang yang shalat seorang diri (dibelakang shaf) mengapa kamu tidak bergabung bersama shaf atau menarik seseorang agar berdiri disampingmu? ulangilah shalatmu itu(Dalam sanad hadits ini ada “AS-SARRI BIN ISMA’IL” yang menyendiri dalam periwayatan hadits, dan ia seorang perawi yang dhaif). (HR. Baihaqi, Sunan Al-Kubra Lil-Baihaqi, Al-Maktabah Asy-Syamilah, Bab : 3, juz : 3, hal. 105).
Sayyid Sabiq dalam Fiqhussunnah menjelaskan, bahwa orang yang datang hendak mengikuti shalat berjama’ah dan ternyata shaf sudah penuh, tidak mendapatkan celah untuk masuk ke dalam shaf, ada yang dua pendapat, yaitu ;
1. Orang itu harus berdiri sendirian di belakang shaf danmakruh menarik orang lain untuk jadi temannya.
2. Agar orang itu menarik orang lain yang mengerti hukum, yaitu menarik dari shaf setelah takbiratul ihram. Dan orang yang ditarika adalah sunat mengabulkannya